Rabu, 23 Oktober 2013

Waduk Sodetan Untuk Kendalikan Banjir

JAKARTA, KOMPAS - Perlu inovasi tersu-menerus untuk mengatasi banjir di Jakarta. Fakta penting yang sering terabaikan adalah tingginya volume air Ciliwung yang terbuang ke laut. Setiap tahun tercatat 900 juta meter kubik air Ciliwung terbuang percuma, sementara Jakarta masih kekurangan air bersih.
                Air terus terbuang percuma dan mendatangkan bencana karena upaya antisipasi penanganan banjir sejak tahun 1973 tak tuntas dilakukan. Menurut Tarsoen pada masterplan tahun 1973, penyusunannya mengacu pada Pola Induk Kota 1965-1985 sehingga semua target masterplan 1973 semestinya harus sudah selesai tahun 1985. Penanganan banjir sesuai rencana 40 tahun lampau itu menargetkan terselesaikannya Kanal Banjir Timur (KBT) dan Kanal Banjir Barat. Namun, KBT baru terselesaikan sekitar dua tahun lalu atau muncur hampir 30 tahun dari target awal.
                Si Citayam-Bojong Gede, Depok, ketinggian elevasinya di atas 7 meter dan bisa berfungsi sebagai kendali puncak banjir. Waduk sodetan ini bisa dibangun di beberapa tempat menyerupai terasering. Di kawasan Cililitan-Lebak Bulus juga bisa dibangun waduk sodetan, air bisa ditahan selama mungkin di daratan.
Satgas banjir
                Banjir Ibu Kota selain karena faktor buruknya drainase juga disebabkan ketidakmampuan kali di Jakarta menampung air luapan air di hulu. Ketika banjir melanda, perlu kesiapan petugas satuan tugas (satgas) banjir untuk menghadapi bencana tersebut. Beberapa kali terjadi bandir pada bulan Oktober, sejumlah petugas satgas banjir tidak siap.
                Kepala seksi informatika badan pengandalian bencana daerah DKI Jakarta Bambang Surya Putra mengatakan, pada beberapa kasus, satgas tidak siap dengan tugasnya. Ada 56 dari 124 satgas di tingkat kelurahan yang seharusnya bekerja cepat ketika banjir melanda.